[PUISI] Maaf ibu, aku terlambat...
Maaf ibu, aku terlambat...
Oleh : A'yuni fatkhi Fajriyati
Langit siangpun memuram
Awan berduka, menumpahkan air mata
Hatiku kelabu menjadi hitam
Tubuhku layu, tak mampu menopang pilu
Aku teringat...
Kala itu, sepeninggal fajar
Siluet tubuhmu terlukis di jendela kamarku
Mengecil dan menjauh
Aku tahu, kau pergi menuju peraduan
Sehari penuh kau cucurkan keringat
Demi sesuap nasi untuk buah hati
Demi setitik ilmu untuk masa depannya
Jingga melukiskan langit
Kau kembali
Tergopoh-gopoh menjinjing sekelibat letih
namun, senyum terbingkai lembut di wajahmu
Kemudian, kau basuh wajahmu
Bersujud di hadapan-Nya
Di lain sisi...
Yang kau kasihi, acuh
Membelot tak tersentuh
Bermuram durja, terus mengeluh
Bahkan sepercik nikmat aku lalai
Bibir ini melepaskan belati
Manancap tepat di sanubari
Tetapi, cahaya kasihnya terpancar
Sepanjang waktu
Sekarang...
Penyesalan mengusut syaraf benakku
Seduku tak berpangkal
Tak ada lagi bejana untuk menuang perih
Bagaimana hendak ku berdiri?
Batu nisan itu...
Kupasung air mataku
Di bawahnya, gairah hidupku terbaring tak berdaya
Motivasiku mematung melewati takdir
Resah tiada tara
Nestapa tak lagi berguna
Maaf tinggallah kata
satu yang kubisa hanyalah berdo'a
Asal kau sejahtera di sana
Beratpun tak apa
Oleh : A'yuni fatkhi Fajriyati
Langit siangpun memuram
Awan berduka, menumpahkan air mata
Hatiku kelabu menjadi hitam
Tubuhku layu, tak mampu menopang pilu
Aku teringat...
Kala itu, sepeninggal fajar
Siluet tubuhmu terlukis di jendela kamarku
Mengecil dan menjauh
Aku tahu, kau pergi menuju peraduan
Sehari penuh kau cucurkan keringat
Demi sesuap nasi untuk buah hati
Demi setitik ilmu untuk masa depannya
Jingga melukiskan langit
Kau kembali
Tergopoh-gopoh menjinjing sekelibat letih
namun, senyum terbingkai lembut di wajahmu
Kemudian, kau basuh wajahmu
Bersujud di hadapan-Nya
Di lain sisi...
Yang kau kasihi, acuh
Membelot tak tersentuh
Bermuram durja, terus mengeluh
Bahkan sepercik nikmat aku lalai
Bibir ini melepaskan belati
Manancap tepat di sanubari
Tetapi, cahaya kasihnya terpancar
Sepanjang waktu
Sekarang...
Penyesalan mengusut syaraf benakku
Seduku tak berpangkal
Tak ada lagi bejana untuk menuang perih
Bagaimana hendak ku berdiri?
Batu nisan itu...
Kupasung air mataku
Di bawahnya, gairah hidupku terbaring tak berdaya
Motivasiku mematung melewati takdir
Resah tiada tara
Nestapa tak lagi berguna
Maaf tinggallah kata
satu yang kubisa hanyalah berdo'a
Asal kau sejahtera di sana
Beratpun tak apa
Komentar
Posting Komentar
Silakan berkomentar dengan bahasa yang baik dan santun. Komentar yang bersifat provokasi dan menyinggung akan dihapus oleh admin.